Harga Perak terus menghadapi tekanan jual di sekitar $32,00. Logam putih tersebut turun hampir 0,3% menjadi mendekati $31,70 pada jam perdagangan Eropa pada hari Kamis karena imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) telah bangkit kembali setelah penurunan enam hari berturut-turut menjelang data Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) AS untuk bulan Januari, yang akan dirilis pada hari Jumat.
Imbal hasil obligasi Treasury AS 10-tahun naik 1,3% menjadi mendekati 4,31% pada saat berita ini ditulis. Secara teknis, imbal hasil yang lebih tinggi pada aset berbunga membebani aset yang tidak memberikan imbal hasil, seperti Perak.
Para ekonom memperkirakan inflasi inti PCE AS – yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang bergejolak – telah melambat menjadi 2,6% dari 2,8% pada bulan Desember secara tahunan. Data inflasi bulanan diperkirakan tumbuh sebesar 0,3%, lebih cepat dari pembacaan sebelumnya sebesar 0,2%.
Investor akan mencermati data inflasi inti PCE AS karena akan memengaruhi ekspektasi pasar terhadap prospek kebijakan moneter Federal Reserve (Fed), yang menjadi pengukur inflasi pilihan Fed.
Sementara itu, agenda tarif Presiden AS Donald Trump terus mendukung harga Perak. Pada hari Rabu, Trump menegaskan kembali ancaman untuk mengenakan tarif sebesar 25% pada mobil dan barang lain yang diimpor dari Zona Euro.
Di sisi geopolitik, investor menunggu pertemuan para pemimpin Eropa dengan Perdana Menteri Inggris (UK) Keir Starmer untuk membahas upaya Presiden Trump untuk segera mengakhiri perang di Ukraina.(Ads)
Sumber: FXStreet

By IT EF